Rabu, 19 Desember 2012

TELAH MURNI SYARIAHKAH Produk Murabahah di Perbankan Syariah...???


PRAKTIK MURABAHAH

Realita yang terjadi di lapangan tidaklah sesuai dengan murabahah yang dijelaskan dalam fikih Islam. Praktek murabahah yang dilakukan pihak bank atau lembaga perkreditan rakyat yang mengatasnamakan syari’ah jauh dari yang semestinya.
Lihatlah contoh yang dijelaskan oleh para ulama di atas, seperti dalam contoh terakhir, si B benar-benar telah memiliki barang yang ingin dijual pada si A. Namun realita yang terjadi di bank tidaklah demikian. Coba lihat ilustrasi murabahah yang dipraktekkan pihak bank:
1.      Calon pembeli datang ke bank, dia berkata kepada pihak bank, "Saya bermaksud membeli mobil X yang dijual di dealer A dengan harga Rp. 100 juta. Pihak bank lalu menulis akad jual beli mobil tersebut dengan pemohon, dengan mengatakan, "Kami jual mobil tersebut kepada Anda dengan harga Rp. 120 juta, dengan tempo 3 tahun." Selanjutnya bank menyerahkan uang Rp. 100 juta kepada pemohon dan berkata, "Silakan datang ke dealer A dan beli mobil tersebut."
Realita yang terjadi ini bukanlah murabahah. Kenyataannya adalah pihak bank meminjamkan uang pada si pemohon sebesar 100 juta untuk membeli mobil di dealer. Lalu si pemohon mencicil hingga 120 juta. Seandainya transaksi dengan pihak bank adalah jual beli, maka mobil tersebut harus ada di kantor bank. Karena syarat jual beli, si penjual harus memegang barang tersebut secara sempurna sebelum dijual pada pihak lain. Simak hadits berikut.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ
Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)
Ibnu ‘Umar berkata,
كُنَّا فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَبْتَاعُ الطَّعَامَ فَيَبْعَثُ عَلَيْنَا مَنْ يَأْمُرُنَا بِانْتِقَالِهِ مِنَ الْمَكَانِ الَّذِى ابْتَعْنَاهُ فِيهِ إِلَى مَكَانٍ سِوَاهُ قَبْلَ أَنْ نَبِيعَهُ.
Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk memerintahkan kami agar memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang lain, sebelum kami menjualnya kembali.” (HR. Muslim no. 1527)
Mobil tersebut belum berpindah dari dealer ke kantor bank. Itu sama saja bank menjual barang yang belum ia miliki atau belum diserah terimakan secara sempurna. Dan realitanya maksud bank adalah meminjamkan uang 100 juta dan dikembalikan 120 juta. Kenyataan ini adalah riba karena para ulama sepakat, “Setiap utang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba.”
2.      Sama dengan ilustrasi pertama, hanya saja pihak bank menelpon showroom dan berkata "Kami membeli mobil X dari Anda." Selanjutnya pembayarannya dilakukan via transfer, lalu pihak bank berkata kepada pemohon: "Silakan Anda datang ke showroom tersebut dan ambil mobilnya."
Ilustrasi kedua pun sama, bank juga menjual barang yang belum diserahterimakan secara sempurna. Ini termasuk pelanggaran dalam jual beli seperti yang diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar di atas.
3.      Seorang pemohon datang ke bank dan dia butuh sebuah barang, maka pihak bank mengatakan, "Kami akan mengusahakan barang tersebut." Bisa jadi sudah ada kesepakatan tentang keuntungan bagi pihak bank, mungkin pula belum terjadi. Lalu pihak bank datang ke toko dan membeli barang selanjutnya dibawa ke halaman bank, kemudian terjadilah transaksi antara pemohon dan pihak bank.
Pada akad di atas, pihak bank telah memiliki barang tersebut dan tidak dijual kecuali setelah dipindahkan dan dia terima barang tersebut.
Hukum transaksi ini dirinci:
·      bila akadnya bersifat mengikat (tidak bisa dibatalkan), maka haram karena termasuk menjual sesuatu yang sebelumnya tidak dimiliki.
·      bila akadnya tidak bersifat mengikat (bisa dibatalkan) oleh pihak penjual atau pembeli, maka masalah ini ada khilaf di kalangan ulama masa kini. Pendapat terkuat, jual beli semacam  ini dibolehkan karena barang sudah berpindah dari penjual pertama kepada bank.
Namun sayangnya, ilustrasi terakhir tidak bisa dijumpai di bank-bank yang ada kecuali dengan bentuk yang mengikat (tidak bisa dibatalkan).

Wallahu a’lam bish showwab.

Minggu, 11 November 2012

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Terbuka Islami


BAB I

Teori ekonomi yang dikembangkan Barat membatasi analisisnya dalam jangka pendek yakni hanya sejauh bagaimana manusia memenuhi keinginannya saja. Tidak ada analisis yang memasukkan nilai-nilai moral dan sosial. Analisis hanya dibatasi pada variabel-variabel pasar semata seperti harga, pendapatan dan sebagainya. Variabel-variabel lain tidak dimasukkan, seperti variabel nilai moral seperti kesederhanaan, keadilan, sikap mendahulukan orang lain dan sebagainya.
Dalam ekonomi Islam, setiap keputusan ekonomi seorang manusia tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syariat. Al-Qur’an menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad (penghematan, ekonomi), yang secara literal berarti pertengahan atau moderat. Seorang muslim dilarang melakukan pemborosan tetapi juga dilarang bukhl (pelit).

1.    Mengetahui Tentang Pengertian Teori Agregat Dalam Perekonomian Terbuka
2.    Mengetahui Tentang Model Permintaan Agregat Dalam Perekonomian Terbuka
3.    Mengetahui Tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Agregat dalam Perekonomian Terbuka Islam
4.    Mengetahui Tentang Multiplier Dalam Perekonomian Terbuka Islam




TEORI PERMINTAAN AGREGAT
DALAM PEREKONOMIAN TERBUKA ISLAM

Permintaan agregat adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik dari dalam maupun dari luar negri. Kelompok utama yang menghabiskan adalah konsumen (konsumsi), perusahaan (yang menghabiskan investasi), pemerintah (pengeluaran pemerintah), dan luar negeri (ekspor).[1]
AD = C + I + G + ( X – M)
Di mana C = pengeluaran konsumsi, I = pengeluaran investasi, G= pengeluaran pemerintah dan (X-M) = ekspor impor.
Dalam menganalisis permintaan agregat, dua ekonom terkenal yaitu Keynes dan Pigou mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurut Keynes, apabila terjadi perubahan harga, maka jumlah yang beredar riil (Ms/P) akan berubah, akibatnya terjadi perubahan pada tingkat bunga (i). Selanjutnya perubahan tingkat bunga tersebut akan mempengaruhi investasi (I) yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapat nasional.
Sedangkan menurut Pigou, apabila terjadi perubahan harga dalam perekonomian masyarakat akan merasa saldo kas rill (real cash balance) meraka berubah, yang yang selanjutnya akan mempengruhi konsumsi masyarakat tersebut. Perubahan konsumsi akan mengakibatkan perubahan pada pendapatan nasional.
Jadi pada intinya, perbedaan pendapat kedua ekonom tersebut terletak pada perubahan variabel-variabel ekonomi akibat adanya perubahan harga. Keynes menitik beratkan pada perubahan tingkat bunga, sedangkan Pigou menitik beratkan perubahan konsumsi ketika terjadi perubahan harga.
Permintaan agregat dalam perekonomian terbuka islam adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik dari dalam maupun dari luar negri yang sesuai dengan syariat islam.

Model Keynes menunjukan apa yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser. Dalam jangka pendek, ketika tingkat harga tetap, pergeseran kurva permintaan agregat mengarah pada perubahan pendapatan nasional,Y. Model permintaan agregat yang dikembangkan di makalah ini disebut IS-LM merupakan interpretasi utama dari kerja Keynes. Model IS-LM mengambil tingkat harga yang ada dan menunjukan apa yang menyebabkan pendapatan berubah. Ini menunjukan apa yang menyebabkan AD bergeser. 
Pasar barang dan kurva IS (investasi dan saving/tabungan) memplot hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar dan jasa. Pasar uang dan Kurva LM (likuiditas dan money/uang) memplot hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang.
Karena tingkat bunga mempengaruhi baik investasi dan permintaan uang, ia adalah variabel yang menghubungkan dua bagian model IS-LM. Model menunjukan bagaimana interaksi antara pasar-pasar ini menentukan posisi dan kemiringan kurva permintaan agregat, dan tingkat pendapatan nasional dalam jangka pendek.
Pada system ekonomi Islam bunga tidak diberlakukan dan diganti dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Spekulasi tidak diberlakukan dalam ekonomi Islam, yang ada hanyalah motif berjaga-jaga.[2]
Dalam General Theory of Money, Interest and Employment (1936), Keynes menyatakan pendapatan total perekonomian, dalam jangka pendek, ditentukan sebagaian besar oleh keinginan belanja rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Semakin orang ingin belanja,  semakin banyak barang dan jasa yang perusahaan dapat jual. Semakin banyak yang perusahaan jual, semakin banyak output yang mereka akan pilih untuk diproduksi dan semakin banyak yang mereka akan pilih untuk dipekerjakan.
Perpotongan Keynes menunjukkan bagaimana pendapatan Y ditentukan untuk tingkat tertentu investasi terencana I dan kebijakan fiskal G dan T. Kita dapat menggunakan model ini untuk menunjukkan bagaimana pendapatan berubah ketika salah satu variabel  berubah. Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan pemerintah belanjakan untuk barang dan jasa (GDP). Pengeluaran yang direncanakan (planned expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan pemerintah ingin belanjakan untuk barang dan jasa. Perekonomian ada di ekuilibrium bila Pengeluaran aktual = Pengeluaran yang direncanakan atau      Y = E

C. Permintaan Agregat dalam Perekonomian Terbuka Islam
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan agregat adalah pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor impor

1.    Pengeluaran Konsumsi
Tujuan konsumsi dalam Islam adalah untuk mewujudkan mshlahah duniawi dan ukhrawi. Mashlahah duniawi adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dll. Kemashlahatan ukhrawi adalah terlaksananya kewajiban agama seperti shalat, haji, dll. Artinya, manusia makan dan minum agar bias beribadah kepada Allah, seperti manusia berpakaian untuk menutup aurat agar bias shalat.
Pengaruh prinsip-prinsip islam terhadap pengeluaran konsumsi dengan pendapatan yang muncul dalam suatu ekonomi, dalam hal ini ada 4 hipotesa teoritis sbb:[3]
a.    Hipotesa pendapatan mutlak
Menurut hipotesa ini konsumsi dalam periode waktu tergantung pada pendapatan siap konsumsi (disposable income) pada periode tersebut. Naiknya pendapatan, tingkat konsumsi akan naik juga.
b.    Hipotesa pendapatan relative
Konsumsi rata-rata dan konsumsi marginal adalah sama. Zakat dan sedekah akan mengurangi tingkat konsumsi dan dapat meningkatkan jumlah tabungan yana akan diarahkan untuk investasi. 
c.    Hipotesa pendapatan permanen
Besar zakat tetap misalnya zakat profesi 2,5% berapapun jumlah penghasilannya karena pertimbangan agama dan ketentuan hokum Allah, tidak seperti pajak. Sehingga konsumsi permanen agregat tidak akan berpengaruh terhadap distribusi pendapatan.
d.   Hipotesa siklus kehidupan
Konsumsi tidak tergantung dengan pendapatan saat ini, namun juga dari pendapatan yang diharapkan untuk masa yang akan datang telah diatur selama hidup.
Islam tidak mengajari pola hidup mewah dan boros atau pengeluaran yang berlebihan. Bila hal ini diterapkan akan dapat mengurangi konsumsi total dan dapat meningkatkan volume investasi. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 31 sebagai berikut:   
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf:31)

2.    Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat. Investasi adalah pengeluaran oleh swasta untuk pembelian barang-barang dan jasa yang akan dipakai dalam proses produksi atau dengan kata lain sama dengan permintaan oleh swasta terhadap barang dan jasa (input) yang diperlukan untuk investasi produktif.
Faktor yang menentukan pengeluaran investasi berbeda dengan konsumsi. Perbedaanya terletak dalam hal tujuan membeli barang, yaitu untuk invesatasi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan sedangkan konsumsi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Perbedaan lain adalah sumber pembiayaan untuk investasi dapat berasal dari berbagai sumber pembiayaan dan keuangan dimana jumlahnya tidak tergantung dari kondisi keuangan sekarang tetapi pada harapan kondisi keuangan dimasa mendatang. Pembiayaan konsumsi rumah tangga berasal dari pendapatan sekarang. Jadi pengeluaran investasi jumlahnya bisa jauh melebihi jumlah pendapatan sekarang, tidak tergantung dengan income.[4]
Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut:   
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Hasyr: 18)
Sebelum membahas bagaimana criteria, norma, dan aturan investasi syariah ada beberapa prinsip dasar transaksi menurut syariah, yaitu:
a.    Transaksi dilakukan atas harta yang memberika nilai manfaat.
b.    Uang sebagai alat pertukaran bukan komoditas perdagangan.
c.    Resiko yang timbul harus dikelola sehingga tidak dapat menimbulkan resiko yang lebih besar.
d.   Dalam islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia menanggung resiko.
e.    Manajemen yang diterapkan adalah manajemen islam
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-Ilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah memandang ada lima criteria yang sesuai dengan islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:[5]
a.    Proyek yang baik menurut islam dan terbebas dari riba
b.    Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat
c.    Memberantas kefakiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan
d.   Memelihara dan menumbuhkembangkan harta
e.    Melindungi kepentingan anggota masyarakat
Fungsi investasi dalam ekonomi Islam amat berbeda dengan fungsi investasi dalam ekonomi konvensional. Perbedaan terjadi terutama karena pengusaha Islam tidak menggunakan tingkat bunga dalam menghitung investasi.
Investasi di negara penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh tiga factor, yaitu:
a.    Ada sangsi untuk memegang asset yang tidak produktif
b.    Dilarang melakukan berbagai bentuk spekulasi dan judi
c.    Tingkat bunga untuk pinjaman adalah nol
Permintaan investasi akan meningkat jika:
a.    Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan
b.    Meningkatnya tingkat iuran terhadap asset yang tidak produktif
Tingkat keuntunga yang diharapkan bukan sebagai variable control, maka variable yang dipakai oleh otoritas islam adalah tingkat biaya atas asset yang tidak produktif. Variable ini merupakan alternative tingkat bunga yang biasa berlaku dalam negara non Islam.[6]

Pada gambar memperlihatkan bahwa makin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, semakn besar volume investasinya. Dalam ekonomi islam, permintaan investasi akan menurun sampai nol pada titik dimana tingkat keuntugan menjadi negative.
Dalam ekonomi Islam, tidak akan terjadi kasus dimana ongkos oppotunitas menjadi nol. Dengan kata lain semua semua asset yang tidak produktif  yang telah mencapai nisab akan dikenakan zakat. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 34 sebagai berikut:   
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)
Dari hal tersebut maka permintaan investasi Islam memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
a.    Sebagian besar investasi dalam ekonomi Islam adalah otonom. Penabung islam tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga mencari ridho Allah.
b.    Investor muslim mengharapkan keuntungan investasinya dalam batas-batas yang wajar dan menjauhi berbagai bentuk pemerasan.
c.    Motivasi individu muslim tidak semata mencari keuntungan maksimal tetapi juga mencari prinsip kejujuran.

3.    Ekspor dan Impor
Berhubungan dengan ekspor dan impor dalam ekonomi Islam terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut:
a.    Perdagangan luar negeri dengan negara kafir yang memiliki hubungan permusuhan dan peperangan secara dengan negara islam adalah haram.
b.    Negara mengizinkan kaum muslim untuk melakukan perdagangan dengan negara-negara kafir yang negaranya menjalin perjanjian dengan negara Islam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan luar negeri negara islam dikontrol sepenuhnya oleh nagara. Negara islam juga melakukan sejumlah proteksi untuk melindungi stabilitas ekonomi. Hanya saja proteksi yang dilakukan oleh negara islam tidak sama dengan yang dilakukan oleh negara kapitalis. Proteksi yang dilakukan negara islam tidak ditujukan untuk melindungi stabilitas ekonomi saja, tetapi juga ditujukan untuk mewujudkan stabilitas politik dan tugas menyebarkan risalah Islam keseluruh dunia.
Adapun mengenai cukai yang dikenakan atas komoditas yang keluar masuk di wilayah negara islam tentu berbeda dengan cukai yang dipraktikkan pada perdagangan luar negeri konvensional. Cukai diperkenakan kepada pelaku perdagangan dari negara kafir. Adapun pelaku perdagangan dari warga negara islam sama sekali tidak boleh ada cukai.[7]

Setelah diketahui faktor yang mempengaruhi komponen agregate demand maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaiman mekanisme komponen AD tersebut mempengaruhi output atau pendapatan. Hal ini dapat dijelaskan melalui konsep multiplier. Sebelum diterangkan lebih lanjut maka ada beberapa asumsi yang harus dibuat, yaitu,
Pertama, pengeluaran pemerintah (G) adalah exogenous, artinya besarnya tidak ditentukan didalam sistem atau ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang tidak dapat diprediksi. Faktor yang menentukan besarnya anggaran pemerintah lebih banyak ditentukan oleh kemauan politik pemerintah, bukan variable ekonomi.
Analisis dilakukan dalam ekonomi tertutup, artinya tidak ada export dan import dalam pengeluaran agregat (AD). Ketiga asumsi ini tidak mengurangi atau merubah validitas analisis yang dilakukan. Bila ketiga asumsi ini dimasukkan dalam analisis maka hasilnya akan tetap sama.
Sekarang kita mulai analisis dengan sebuah contoh berikut. Misalnya, bila pengeluaran aggregate dinaikan sebesar D maka berapa besar dampaknya terhadap output? Bila ada tambahan pengeluaran aggregate atau permintaan agregat sebesar D maka akan terjadi tambahan produksi sebesar D dan kenaikan output atau income sebesar D juga. Selanjutnya pengeluaran sebesar D tadi akan menjadi pendapatan bagi penjual yang menerima pengeluaran D. Oleh penjual ini uang sebesar D akan dibelanjakan lagi untuk memenuhi kebutuhannya tetapi tidak sebesar D. Besarnya pengeluaran pada putaran kedua ini adalah z∆ D yaitu sesuai dengan kecenderungan berbelanja mereka atau Marginal Propencity to Consume (MPC). Tambahan income yang tercipta adalah sebesar ∆D + z∆D atau (1+z) ∆D. Demikianlah seterusnya akan terjadi pelipatan dampak secara berantai melalui putaran pengeluaran antara konsumen dan penjual atau produsen. Dampak akhir dari tambahan pengeluaran sebesar ∆D adalah sebesar 1/(1-z) kali ∆D yang merupakan penjumlahan dari semua tambahan income pada setiap putaran (Tabel 5.1).

Tambahan pengeluaran ∆ D dapat berupa konsumsi, investasi atau pengeluaran pemerintah dan dampak akhirnya hampir sama bila pengeluaran tersebut diasumsikan sebagai pengeluaran independent, atau disebut dengan pengeluaran autonomous, artinya tidak tergantung dengan faktor lain.
Bila pengeluaran naik sebesar 100 juta dan MPC adalah 0.8, berapa tambahan pendapatan akibat tambahan pengeluaran tersebut? Dengan memasukkan angka diatas maka didapat tambahan pendapatan ∆Y = 1/(1-0,8) kali 100 = 500 juta. Berarti multipliernya adalah sebesar 5 kali lipat. Multiplier didefinisikan sebagai besarnya kelipatan perubahan output akibat perubahan satu unit pengeluaran (C, I, G).
Formula multiplier ini dapat diturunkan dengan cara lain. Besarnya setiap perubahan output yang terjadi harus sama dengan besarnya perubahan aggregate demand sehingga,
∆ Y0 = ∆ AD.
Tambahan pengeluaran (∆AD) sama dengan tambahan pengeluaran putaran pertama ∆D ditambah dengan pengeluaran yang disebabkan oleh pelipatan (multiplier), c∆Y0 sehingga
∆ AD = ∆ D + c∆Y0
Gabungan persamaan (5.9) dengan (5.10) didapatkan persamaan,
∆ Y0 = ∆ D + c∆Y0
c∆ Y0 = (5.11)
Atau multiplier dapat juga diturunkan dari persamaan konsumsi dan agregat demand seperti dibawah ini.
Y = AD = C + I + G
Substitusikan fungsi konsumsi kedalam persamaan diatas.
Y = a + I + G + cY (5.12)
Kumpulkan faktor Y dan autonomous spending sehingga:
Y – cY = D
Y = D
Pada awalnya titik keseimbangan adalah pada titik E0 dengan pendapatan OY0 dan pengeluaran agregat OAD0. Kemudian sektor bisnis melihat ada prospek untuk meraih keuntungan dimasa yang akan datang sehingga mereka menambah investasi sebesar ∆D (dapat berupa ∆I). Misalkan tambahan investasi ini meningkatkan AD pada putaran pertama sebesar AE0. Penambahan AD ini langsung menjadi tambahan pendapatan bagi penjual barang input yang dibeli oleh investor, yaitu sebesar AB dan selanjutnya direspon oleh produsen dengan manaikan output dengan jumlah yang sama. Pada putaran kedua tambahan output atau pendapatan kembali dibelanjakan sesuai dengan MPC yaitu sebesar cAB = BC. Pengeluaran tambahan AD ini kembali menaikan pendapatan dan direspon oleh produsen dengan menaikan output sehingga akhirnya proses ini berhenti pada titik E1 dengan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dari semula yaitu, yaitu AD0 AD1.dan pendapatan juga lebih tinggi yaitu sebesar 1/(1-c) kali lipat dari ∆D atau Y0Y1.
Gambar Penurunan Multiplier secara garfik.
Pada titik keseimbangan E0, Y0 = AD0 = cY + D. Ketika terjadi penambahan pengeluaran ∆D (dapat berupa I atau G) maka titik keseimbangan berubah. Mula-mula tambahan permintaan menjadi E0A, tambahan permintaan ini merupakan tambahan income sebesar AB bagi penjual (E0A=AB). Melalui proses multiplier tambahan income ini mendorong permintaan lanjutan (BC) yang kemudian kembali direspon oleh produsen dengan menaikan output. Demikian seterusnya sampai proses ini berhenti pada titik keseimbangan baru E1 sehingga tambahan AD atau output menjadi 1/(1-c) kali ∆D yang tidak lain adalah sama dengan Y0Y1= AD0 AD1.
Dari uraian diatasa ternyata besaran multiplier tergantung dengan besaran MPC atau koefisien c, yaitu proporsi dari income yang dibelanjakan oleh konsumen untuk keperluan konsumsi. Semakin besar proporsi income yang dibelanjakan maka semakin besar pula multiplier dan semakin besar pula dampaknya terhadap kenaikan income atau output. Tetapi harus diingat bahwa proses ini hanya bisa berlangsung dalam waktu pendek. Dalam jangka panjang hal ini tidak bisa berlanjut karena income tidak bisa ditopang oleh konsumsi yang tinggi saja karena konsumsi juga teragantung dari income, sedangkan income / output juga ditentukan oleh faktor ril seperti investasi disamping konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net export.
Secara empiris hal tersebut diatas adalah benar bahwa konsumsi dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena ekonomi belum mencapai full employement. Misalnya masih banyak pabrik yang belum bekerja penuh, tenaga kerja banyak yang menganggur, dan seterusnya sehingga output masih bisa didorong tumbuh tanpa investasi baru. Tetapi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, artinya setelah ekonomi mencapai full employement, maka diperlukan investasi baru untuk berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.




1.    Permintaan agregat dalam perekonomian terbuka islam adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik dari dalam maupun dari luar negri yang sesuai dengan syariat islam.
2.    Pada system ekonomi islam bunga tidak diberlakukan, dengan demikian permintaan uang untuk tujuan bunga dihapuskan dan diganti dengan tingkat keuntungan yang diharapkan.
3.    Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan agregat adalah pengeluaran konsumsi, pengeluaran investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor impor
4.    Konsumsi dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena ekonomi belum mencapai full employement. Tetapi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, artinya setelah ekonomi mencapai full employement, maka diperlukan investasi baru untuk berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Mustafa Edwin, “Ekonomi Islam”, (Jakarta: Prenada Media Group)  
Sukirno, Sadono, Teori Pengantar Makroekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2008)



[1]Sadono Sukirno, Teori Pengantar Makroekonomi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2008), hal. 227
[3] http://suherilbs.wordpress.com/99/ , diakses 17 Maret 2012
[5] Mustafa Edwin  Nasution, “Ekonomi Islam”, (Jakarta: Prenada Media Group), hal.29