PRAKTIK MURABAHAH
Realita yang terjadi di lapangan tidaklah
sesuai dengan murabahah yang dijelaskan dalam fikih Islam. Praktek murabahah
yang dilakukan pihak bank atau lembaga perkreditan rakyat yang mengatasnamakan
syari’ah jauh dari yang semestinya.
Lihatlah contoh yang dijelaskan oleh para ulama
di atas, seperti dalam contoh terakhir, si B benar-benar telah memiliki barang
yang ingin dijual pada si A. Namun realita yang terjadi di bank tidaklah
demikian. Coba lihat ilustrasi murabahah yang dipraktekkan pihak bank:
1. Calon pembeli datang ke bank, dia berkata
kepada pihak bank, "Saya bermaksud membeli mobil X yang dijual di dealer A
dengan harga Rp. 100 juta. Pihak bank lalu menulis akad jual beli mobil
tersebut dengan pemohon, dengan mengatakan, "Kami jual mobil tersebut
kepada Anda dengan harga Rp. 120 juta, dengan tempo 3 tahun." Selanjutnya
bank menyerahkan uang Rp. 100 juta kepada pemohon dan berkata, "Silakan
datang ke dealer A dan beli mobil tersebut."
Realita
yang terjadi ini bukanlah murabahah. Kenyataannya adalah pihak bank meminjamkan
uang pada si pemohon sebesar 100 juta untuk membeli mobil di dealer. Lalu si
pemohon mencicil hingga 120 juta. Seandainya transaksi dengan pihak bank adalah
jual beli, maka mobil tersebut harus ada di kantor bank. Karena syarat jual
beli, si penjual harus memegang barang tersebut secara sempurna sebelum dijual
pada pihak lain. Simak hadits berikut.
Dari
Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ
ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ
“Barangsiapa
yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia
selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat
bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136
dan Muslim no. 1525)
Ibnu
‘Umar berkata,
كُنَّا
فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَبْتَاعُ الطَّعَامَ
فَيَبْعَثُ عَلَيْنَا مَنْ يَأْمُرُنَا بِانْتِقَالِهِ مِنَ الْمَكَانِ الَّذِى
ابْتَعْنَاهُ فِيهِ إِلَى مَكَانٍ سِوَاهُ قَبْلَ أَنْ نَبِيعَهُ.
“Kami
dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan.
Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk memerintahkan kami agar
memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang lain, sebelum
kami menjualnya kembali.” (HR. Muslim no. 1527)
Mobil
tersebut belum berpindah dari dealer ke kantor bank. Itu sama saja bank menjual
barang yang belum ia miliki atau belum diserah terimakan secara sempurna. Dan
realitanya maksud bank adalah meminjamkan uang 100 juta dan dikembalikan 120
juta. Kenyataan ini adalah riba karena para ulama sepakat, “Setiap
utang yang ditarik keuntungan, maka itu adalah riba.”
2. Sama dengan ilustrasi pertama, hanya saja pihak
bank menelpon showroom dan berkata "Kami membeli mobil X dari Anda."
Selanjutnya pembayarannya dilakukan via transfer, lalu pihak bank berkata
kepada pemohon: "Silakan Anda datang ke showroom tersebut dan ambil
mobilnya."
Ilustrasi
kedua pun sama, bank juga menjual barang yang belum diserahterimakan secara
sempurna. Ini termasuk pelanggaran dalam jual beli seperti yang diterangkan
dalam hadits Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar di atas.
3. Seorang pemohon datang ke bank dan dia butuh
sebuah barang, maka pihak bank mengatakan, "Kami akan mengusahakan barang
tersebut." Bisa jadi sudah ada kesepakatan tentang keuntungan bagi pihak
bank, mungkin pula belum terjadi. Lalu pihak bank datang ke toko dan membeli
barang selanjutnya dibawa ke halaman bank, kemudian terjadilah transaksi antara
pemohon dan pihak bank.
Pada
akad di atas, pihak bank telah memiliki barang tersebut dan tidak dijual
kecuali setelah dipindahkan dan dia terima barang tersebut.
Hukum
transaksi ini dirinci:
·
bila akadnya bersifat mengikat (tidak bisa
dibatalkan), maka haram karena termasuk menjual sesuatu yang sebelumnya tidak
dimiliki.
·
bila akadnya tidak bersifat mengikat (bisa
dibatalkan) oleh pihak penjual atau pembeli, maka masalah ini ada khilaf di
kalangan ulama masa kini. Pendapat terkuat, jual beli semacam ini
dibolehkan karena barang sudah berpindah dari penjual pertama kepada bank.
Namun
sayangnya, ilustrasi terakhir tidak bisa dijumpai di bank-bank yang ada kecuali
dengan bentuk yang mengikat (tidak bisa dibatalkan).
Wallahu a’lam bish showwab.